Gili Terawangan - Surga Pecandu Pantai
9:19:00 PMPantai Gili Terawangan |
Matahari sudah melirik kami saat itu. Kami bergegas memberesi tenda dan kawan-kawannya untuk beranjak turun ke Desa Senaru yang jarak tempuhnya hanya setengah jam dari tempat kita menenda. Setelah segalanya siap kamipun turun. Saya yang masih dengan sakit dikaki berjalan cepat demi segera sampai dan beristirahat. Sekali lagi saya berpisah dengan rombongan dan meluncur dengan terpincang-pincang lantaran kaki kiri terasa nyeri.
Saya berjalan terbata-bata sambil sesekali berhenti menahan sakit. Beberapa kali porter menghampiri dan menanyakan kabar. Saya jawab seadanya sambil sedikit merengek sambil menekan pergelangan kaki yang makin lama makin sakit. Saya juga bertemu dengan ibu-ibu 'perkasa'. Perkasa karena memanggul beberapa kilogram kardus berisi mie instan dan tangannyapun tak menganggur. Dua tangan yang mungil itu dikaiti sebuah tas yang penuh berisi bahan makanan yang lain. Mereka melakukan hal itu setiap pagi. Mengirimnya dari desa Senaru untuk kemudian dijual di Pintu Senaru, yang tiap malam penuh disesaki pendaki yang kelaparan.
Pintu Senaru |
Tak lama, Adit datang dengan membawa motor, kemudian membawa saya naik lagi ke atas. Rupanya teman yang lain beristirahat di atas sambil menunggu mobil jemputan. Sampai di warung makan, sayapun melahap nasi ayam. Nasi ayam waktu itu adalah yang paling enak yang saya makan, lantaran 6 hari saya tidak makan dengan benar. Nasi setengah matang dengan lauk yang apa adanya menjadi santapan wajib selama di gunung.
Para Pemburu Sunset |
Sunset Gili |
Perjalanan kami sangat menyenangkan. Sesekali kami berteriak kegirangan karena telah bebas dari siksaan gunung Rinjani. Sejam kemudian mobil yang sesak terisi oleh kami segera membelah pemandangan yang elok. Disisi kanan, terlihat pantai biru berhias putihnya buih, sedang dikanan kami terhampar sawah hijau lengkap dengan pegunungan menjulang tinggi.
Sejam berikutnya kami sudah berhenti di Bangsal. Sebuah dermaga tempat kita menyebrang ke Gili Terawangan. Matahari sudah berubah emas waktu kita memasuki kapal kayu seharga 14 ribu. Kami bersepuluh membelah lautan sementara Pian dan Riani sibuk mengejar Pesawat mereka untuk kembali pulang.
Suasana Sore |
Kemudian saya digiring menuju losmen tempat kita akan bermukim. Tempatnya lumayan jauh kedalam, namun kenyamanan dan keamanan sangat terjamin. Kami hanya ditarik 50 ribu rupiah perorang untuk satu malam. Satu kamar dihuni 2 hingga 3 orang, dengan kasur tambahan untuk yang tidur bertiga. Yang unik, kamar mandinya terbuka ke atas. Jadi ketika buang air, kita bisa langsung menikmati bintang.
Setelah mandi berbenah dan bersih-bersih, saya langsung bersepeda berburu Sunset. Di Gili ini yang paling menawan adalah berburu Sunset. Ketika saya datang. Puluhan orang sudah berjajar dengan kamera-kameranya membidik aksu bola merah yang perlahan memantulkan cahaya keemasan dilaut. Kami semua memperhatikan dengan sekasama bola merah itu. Ditemani lagu-lagu rege yang distel sunset Cafe kami menunggu detik-detik menghilangnya mentari. Perlahan bulatan jingga itu berubah menjadi garis dan seketika hitampun menyelimuti langit seiring kepergian orang-orang yang sejak tadi memburu matahari.
Saya mengayuh sepeda untuk kembali ke penginapan. Sebelumnya saya memuaskan perut saya dengan makanan yang aduhai rasanya. Saya pilih ayam goreng dan beberapa sayuran tumis. Tidak sampai sejam semua hidangan sudah berpindah ke perut. Lalu saya pulang dan merebahkan diri dan tak terasa terlelap hingga ke alam mimpi.
2 komentar
Fery, photo2nya mana? :D
ReplyDeleteBaru di upload Zilla, selamat menikmati
Delete