Kolkata - Sudah habis kata-kata
2:42:00 AMHowrah Bridge di pagi hari |
Tepat pukul enam pagi saya terbangun lantaran mendengar puluhan pasang langkah
kaki didekat saya ketika saya lihat, ternyata sudah banyak manusia lalu lalang
distasiun. Mulai dari anak-anak, remaja, bapak-bapak, ibu-ibu hingga kakek
nenek tua renta. Mayoritas dari mereka membawa barang bawaan yang dibungkus
karung goni yang disunggi atau dpikul menggunakan kepala mereka. Tak jarang
saya melihat ibu-ibu hitam legam yang memakai sari warna terang sambil membawa
keranjang.
Tiga puluh menitan saya memandangi pemandangan miris itu sambil memulihkan tenaga untuk melanjutkan perjalanan. Saya sempat membeli martabak India yang sangat mirip dengan telur dadar di Indonesia, hanya bedanya di India ditambahkan potongan roti. Martabak seharga 40rupee itu sudah cukup untuk mengganjal perut saya di pagi hari. Dengan tambahan sebetol air putih 40 rupee sayapun siap keluar stasiun untuk kembali mencari penginapan, hanya sekedar bersih-bersih dan meletakkan barang.
Martabak Roti India |
Tepat pukul 7 sayapun sudah berjalan keluar stasiun menyusuri jembatan Howrah
yang berada tepat disebelah stasiun kereta. Matahari bulat jingga disebelah
jembatan membuat bibir saya tak henti-hentinya menganga. Saya belum pernah
melihat matahari sebulat dan sebesar itu di kota, Saya pernah melihatnya sekali
di Gili Trawangan Maret lalu, namun itu berada di pantai. Saya kemudian
berjalan menyusuri jembatan membawa kamera saku.
Tiba-tiba seseorang datang dan
berkata "Photography !" sambil menunjuk salah satu ujung jembatan.
Saya segera pergi ke ujung jembatan, karena saya pikir di ujung jembatan saya
akan mendapat foto yang bagus. Namun tidak ada apapun yang menarik di ujung
jembatan. Tapi ketika saya melihat ke atas ternyata "Photography is
strictly prohibited: plang itu terpampang persis diujung jembatan. Rupanya
orang tadi memperingatkan saya untuk tidak mengambil gambar. Hehehe... Untung
saya sudah menjepret beberapa gambar.
Dilarang memotret |
Setelah menyebrangi jembatan, sya melanjutkan perjalanan untuk mencari
penginapan. Saya melihat banyak sekali aktifitas disekitar jembatan Howrah.
Mulai dari anak-anak berangkat sekolah, ibu-ibu berbelanja hingga para
eksekutif berdasi bergelut naik bis hendak ke kantor. Diujung jalan saya hanya
bertemu sebuah pasar dan tidak ada lagi tanda-tanda penginapan disana. Akhirnya
sayapun berbalik arah untuk mencari hotel. Saya menemukan beberapa hotel, namun
semuanya penuh. Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres, benar saja di salah
satu hotel saya mengantri untuk checkin bersama beberapa orang lokal. Ketika
giliran saya bertanya ada kamar kosong, resepsionis berkumis tebal itupun balik
bertanya " Where are you come from?". Saya jawab Indonesia dan segera
raut mukanya berubah masam sambil bilang "No room Sir!" Saya baru
menyadari bahwa jarang orang asing yang mengunjungi daerah ini apalagi menginap
di hotel, dan mungkin mereka tidak mau mengambil resiko dengan menerima saya menjadi
tamu di hotelnya.
Hooghly River, bagian sungai Gangga |
Waktu sudah menunjukkan pukul 08.30 dan saya belum mendapat tempat berteduh.
Akhirnya saya putuskan untuk eksplor Kolkata agar tidak terlalu lama membuang
waktu dan tenaga. Saya panggil taxi kunig yang bentuknya persis seperti taxi
bandara tadi malam. Saya bilang saya ingin ke Victoria Memorial Hall. Dua orang
sopir taxi menghampiri saya menawarkan jasanya. Akhirnya saya memilih taxi yang
paling dekat dengan saya dan segera masuk ke dalam mobil.
Taxi mulai berjalan, sopir yang berbahasa Inggris seadanya itu bernama Bolu Gupta. Dari percakapan kami dia menawarkan untuk membawa saya keliling Kolkata dengan taxinya. Dia membuka harga 2500 rupee include biaya parkir dan berjanji untuk mengantar saya kembali ke Howrah station setelah perjalanan kelar. Saya langsung menawarnya 1000 rupe dan Gupta langsung bilang "No". Saya tak kehilangan akal, sambil merayu saya naikkan tawaran sedikit demi sedikit dan akhirnya kami sepakat di harga 1500 rupee. Sebenarnya itu masih harga yang mahal. Namun karena Gupta yang curcol bahwa dia harus menghidupi istri dan 3 orang anak, maka sayapun menjadi iba.
Tak lama saya sudah sampai di depan Victoria Memorial Hall. HAri itu bertepatan dengan acara "Walkathon" yaitu acara jalan kaki yang diadakan pemerintah setempat yang ditujukan untuk murid-murid sekolah agar lebih mencinatai jalan kaki.
Victoria Memorial Hall |
Saya masuk Victoria setelah membeli tiket seharga 5 rupee saja. Bangunan megah
yang kubahnya mirip St. Paul Cathedral di London ini, isinya adalah koleksi
benda seni dan berserah yang dimiliki India. Sayangnya sedang dilakukan
renovasi, jadi saya tidak diizinkan untuk masuk kedalam. Namun saya puas
mengelilingi bangunan ini dengan arsitektur Eropa. Saya jadi merasa bukan di
India.
Destinasi berikutnya adalah Kali Temple. Tidak butuh waktu lama dari Victoria memorial ke Kali Temple. Kali Temple adalah sebuah kuil tempat sembahyang umat hindu yang sangat kumuh dan dipenuhi oleh tunawisma serta pengemis. Bau dupa dan bunga serta kotoran sapi bercampur jadi satu disini. Begitu datang teman saya langsung diseret untuk masuk kedalam kuil. Saya mencegahnya dengan sedikit beradu mulut akhirnya teman saya dilepaskan dan tidak jadi masuk. Untung dia berhasil lolos, karena usut punya usut di dalam sering terjadi scam atau penipuan. Turis disuruh masuk sendirian, disuruh berdoa dan kemudian dimintai sumbangan. Kalau sumbangannya sukarela sih biasa saja, tapi disini turis disuruh menyerahkan semua yang ada di dompetnya. Salah satu kenalan saya yang saya temui di Howrah Station mengaku dimintai 2000 rupee saat masuk di Kuil ini.
Bunga tumbuk untuk pemujaan |
Saya tidak lama-lama di Kalighat Kali
Temple. Saya langsung jalan menuju India Museum yang letaknya tak jauh, sekitar
20 menit dengan taxi yang dikemudikan Gupta. Sesampai disana, museum belum buka
karena jam masih menunjukkan pukul 09.45 sedangkan jadwal buka adalah pukul 10
pagi. Saya melihat di tiket kaunter, ternyata saya harus membayar 300 rupee
belum termasuk izin membawa kamera, akhirnya saya mengurungkan niat untuk
mengunjungi museum. Saya kembali ke taxi, namun sebelumnya saya mampir untuk
membeli roti canai plus kari dicampur bawang dan kentang. Harganya murah hanya
30 rupee namun sudah cukup untuk mengganjal perut saya yang sedari tadi
berbunyi. Sayapun segera nylonong ke taxi setelah kenyang.
Ibu hendak memandikan anaknya di Sungai Gangga |
Tak lama sampailah saya di Second Gate. Dinamakan seperti itu karena jembatan
ini adalah jembatan kedua yang dibangun setelah Howrah Bridge yang dibangun
melintang sungai Hooghly, anak sungai Gangga yang sangat disucikan orang India.
Vidyasagar Bridge adalah nama lain dari jembatan ini, memiliki konstruksi mirip
Golden Bridge di San Fransisco dan merupakan jembatan dengan konstruksi
berkabel terpanjang seIndia (823 m). Mobil hanya bisa lewat disinidan kemudian
sampai di Botanical Garden. Saya mengurungkan niat masuk ke dalam setelah
melihat harga tiket 300 rupee dan ongkos kamera 50 rupee, apalagi saya harus
banyak berjalan di tempat ini. Sedangkan kondisi saya sudah lelah dan ngantuk.
Lalu sayapun hanya rebahan dibawah pohon didekat pintu masuk sambil sedikit
memejamkan mata. Sebelas menit kemudian saya bangkit dan kembali ke Taxi untuk
mencari makan.
Ritual di Gangga |
Siang itu rasanya matahari turun 1 km dari tempatnya semula. ACpun tidak ada di dalam mobil butut ini, hanya semilir angin bercampur debu dan asap knalpot yang saya hirup beserta bau keringat saya sendiri yang semenjak di KL belum mandi dan ganti baju. Tak lama saya sampai di salah satu mall di Kolkata. Lumayan dapat AC gratis untuk mengeringkan keringat yang sedari tadi mengalir deras dibalik pakaian saya.
Segeralah saya menyerbu KFC karena cuma makanan itu yang sedikit bisa mengobati rasa lapar saya dan lebih aman. Selesai makan, saya bergegas mencari SIM card agar bisa menghubungi keluarga di Indonesia dan ingin bisa sekedar Check-in di Path. Namun setelah saya mengelilingi mall, tidak ada satupun toko yang menjual SIM Card. Saya kembali ke tempat makan saya tadi dengan muka agak kecewa. Kemudian saya bertanya pada sekelompok ABG yang sedang asyik ngemall. Mereka tidak memberikan keterangan dengan jelas. Namun salah satu dari mereka membongkar casing hanphonenya dan memberikan SIM Card tak berpulsa pada saya. Dia vilang saya bisa mengisi pulsa di toko-toko bertanda DOCOMO. Setelah berterima kasih sayapun pergi untuk melanjutkan perjalanan.
Dakshinewar Kali Temple |
Beberapa saat kemudian saya sampai di Dakshinewar Kali Temple. Sebuah kuil
Hindu yang cukup besar dan ramai yang berada di tepi Sungai Gangga. Setelah
sampai, saya berjanji 2 jam lagi minta dijemput. Di Kuil ini saya melihat
puluhan manusia mandi di sungai Gangga. Kebanyakan dari mereka datang
sekeluarga dan tak sedikit dari muda -mudi disana yang datang bersama
pasangannya. Saat saya menoleh saya melihat beberapa kain sari warna-warni dijemur berjajar
di pagar-pagar dan tembok-tembok kuil. Tak jarang pulasaya melihat anak kecil
menjerit ketakutan saat dipaksa nyebur di sungai.
Kemudian saya beranjak ke sisi lain kuil. Disana persis saya lihat pemandangan yang sering saya dapati di film bollywood. Perempuan bersari membawa nampan berisi sesajen berasap sambil diputar-putar. Orang India sangat ramah, sangking ramahnya berkali-kali saya diajak berfoto dengan mereka, bercanda dan diikuti kemana saya pergi. Anak-anak dengan polosnya berlarian di halaman kuil.
Belur Math |
Pukul 4 tepat Bolu Gupta sudah mangkring di halaman kuil.
Selanjutnya saya ke Belur Math. Saya tidak perlu membayar sepeserpun untuk
masuk kesini. Hanya saja kita tidak diperbolehkan mengambil gambar disini.
Ketika masuk, saya seakan berada di komplek Uluwatu di Bali, Namun ketika saya
melihat bangunan utama. It was amazing. Bagaimana bisa orang India zaman dahulu
berhasil mendirikan bangunan super masterpiece seperti ini. Menurut Google
bangunan ini dibangun oleh Swami Vivekanda untuk mengenang gurunya Ramakrishna
Paramhansha yang sangat menghormati perbedaan kepercayaan beragama. Kata orang
Belur Math akan tampak seperti kuil, vihara, masjid ataupun gereja tergantung
dari sisi mana kita melihatnya. Dan ternyata memang benar. Saya menghabiskan
waktu yang cukup banyak disini, sebelum akhirnya saya harus kembali ke stasiun
kereta untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya.
Belur Math menjelang petang |
0 komentar