Rinjani 1 - Rumah panggung Sembalun

8:00:00 PM

Trek Pendakian Rinjani
Setelah perjalanan melelahkan dari Balikpapan menuju Lombok, saya masih harus menempuh perjalanan darat sekitar dua jam dari Bandara Internasional Lombok. Kami rombongan ber 12 datang dari Jakarta, Balikpapan dan Surabaya dengan berbagai moda transportasi. Tony dan WIdi datang dari Jakarta dengan pesawat, sementara Saya, Pian dan Riani datang dari Balikpapan dengan pesawat namun transit sejenak di Surabaya. Sementara Shelvi, Ivana, Deny, Ricky, Bayu dan Tirto ngeteng dari Surabaya ke Lombok. Yang paling jauh adalah Adit, dia mengambil rute, Balikpapan-KL-Lombok.


Saya, Tony, Pian dan Riani tiba dibandara pukul 8 malam, kami harus menunggu beberapa saat karena teman yang lain sedang mengurusi logistik dan alat transportasi menuju Sembalun. Selang beberapa lama, terdengar suara riuh dari pojok bandara. Ternyata mereka ber delapan sudah selesai membeli logistik dan bersiap untuk ke Sembalun. Kami berempat membawa barang dan menghampiri mereka. Setelah itu langsung saja kita angkat barang-barang kami dan masuk mobil, agar kita segera sampai.

Mobil beranjak dengan liar karena beraksi dijalan yang tak pernah mulus. Kadang mobil miring ke kiri, kadang pula ke kanan. Sempat pula mobil berhenti karena mesin teramat panas, hingga asap mengepul dari kap mesin depan menuju ke barisan penumpang. Kamipun seketika berlarian keluar ketika asap berbau solar menyerbu tempat duduk kami. 

Sekitar 5 menit kemudian sopir dan 2 asistennya mempersilahkan kami untuk masuk kembali kedalam mobil, seraya menyalakan mesin dan seseorang lagi naik ke atas mobil untuk menjaga tas kami yang memang sejak dari Bandara disematkan diatas mobil. Saya baru sadar bahwa saat guncangan besar tadi ada seseorang diatas kami yang mempertaruhkan nyawanya dem menjaga tas dan bawaan kami.

Rumah panggung di desa Sembalun
Setelah semua orang masuk ke dalam mobil, rodapun segera berputar untuk menyusuri lereng gunung Rinjani. Jam menunjukkan pukul 12 malam. Satu persatu dari kami mulai memejamkan mata dan terhening, hingga akhirnya hanya terdengar suara mesin dan suara dengkuran renyah salah satu teman kami.

Tak lama kita sampai ke sebuah tempat yang sangat gelap. yang menurut pak sopir adalah tempat yang kita tuju. Segera kami berlomba menurunkan bawaan dan menuju ke tempat bermukim kami. Ternyata malam ini kami akan tidur di rumah panggung 3x3 meter di Sembalun. Karena hari sudah mulai pagi, kita segera memasukkan semua barang dan bersiap tidur. Didalam kotak 3x3 itu kami bertujuh tidur saling silang, sementara sisanya bermukim di rumah panggung sebelahnya.

Selang beberapa menit setelah kami berbenah suara dengkuran keras langsung menyerka kami yang bersiap untuk tidur. Rupanya Tirto yang Pelor (Nempel Molor) telah masuk dalam alam mimpi beberapa menit yang lalu. Otak iseng kamipun beraksi. kami tempelkan sebatang krupuk dimulutnya, dan alhasil dengkuran keras tadipun berhenti. Dan kamipun kembali merebahkan badan.

Tiba-tiba Ricky terbangun karena lapar. Mengais-ngais tas plastik, diapun menemukan sebungkus nasi kotak yang dibeli Ivana sore tadi, Tony, Ricky, Deny dan Bayupun segera menyantapnya tanpa pikir panjang. Sedangkan saya, Widi tetap mempertahankan posisi berbaring agar bisa lekas terlelap. Hanya butuh 2 menit nasi pedas tersebut ludes berpindah ke perut-perut mereka berempat. Tiba-tiba suara dengkuran panjang langsung menyergap dari sebelah saya. Saat saya melongok, ternyata Tirto kembali mengorok dan kocaknya, kerupuk yang tadi ditempel di mulutnyapun sudah hilang tak berbekas, kamipun tertawa, bercerita dan bergurau hingga waktu menunjukkan pukul 3 pagi. Kita harus bangun jam 5 pagi untuk bersiap mendaki pukul 6.

Satu persatu dari kamipun terlelap dan suasana hening bercampur sahut menyahut dengkuran para backpacker gunung inipun terdengar bak paduan suara di lereng gunung.

You Might Also Like

0 komentar