Rinjani 3 - Tujuh Bukit Penyesalan

8:30:00 AM

Sunrise di Pos 2
Badan terasa pegal, lantaran kemarin tidur diantara rerumputan dengan tonjolan-tonjalan yang tidak ergonomis sama sekali. Tentu saja tidak ergonomis, rupanya kami mendirikan tenda ditengah padang Savannah di antara tingginya ilalang dan tanah yang sangat tidak rata.

Saya bergegas menunaikan sholat subuh sembari menunggu fajar menampakkan keelokannya. Pagi itu cuaca memang dingin. Saya sholat dengan berbalut kaos kaki dan sehelai syal melingkar dileher. 


Sejam kemudian matahari menampakkan sinarnya dan kehangatan mulai merambat ke tubuh saya. Sorotan cahaya mentari yang masih jingga menghiasi langit dan memberi warna ilalang yang berserakan disekitar kami. Keindahan ini tidak mungkin didapatkan di tempat lain.

Padang Savannah Rinjani
Sejam berikutnya kami telah selesai mengemasi barang-barang kami. Setelah itu kami bersiap menuju Pos Terakhir yaitu Pelawangan Sembalun (Sembalun Creater Rim). Setelah melakukan pemanasan dan berdoa kami segera berangkat ke Pos 3. Perjalanan menuju Pos 3 sangat melelahkan, kita mulai pukul 9 pagi dan sampai di Pos 3 pukul 12 siang. 


Di Pos 3, kami mengumpulkan air, lantaran hanya di Pos ini kita bisa mendapatkan air bersih. Saya mengisi galon ukuran 6 liter. Karena teman yang lain memutuskan untuk mandi, maa dari itu saya dan Riani berangkat terlebih dahulu khawatir kelelahan karena banyak beristirahat.

Setelah 1 jam berjalan, saya sampai ke Tanjakan yang sangat terjal. Para pendaki menamainya 7 Bukit Penyesalan. Disebut begitu karena terdapat tujuh tanjakan ekstrim (sekitar 70 derajat) yang membuat para pendaki menyesal telah menaiki Rinjani. 

Pelawangan Sembalun
Bagaimana tidak menyesal, Bukit-bukit terjal itu datang bertubi-tubi dengan medan kerikil dan pasir. Tidak jarang saya terperosok ketika mencoba menaiki bukit maut itu. Dengan bawaan yang cukup banyak, saya harus bertahan seorang diri, karena Riani sudah jauh dibelakang saya. Keringat saya jatuh begitu saja. Ditengah perjalanan saya bertemu dengan porter, Dia melihat barang bawaan saya yang sangat banyak dan juga melihat bawaan air 6 liter yang saya tenteng. Dia pun menyarankan untuk membuang airnya, karena 3 jam lagi akan ada sumber mata air jernih. Akhirnya saya mengurangi air yang ada di galon 6 liter saya menjadi setengah dan melanjutkan perjalanan kembali. 

Di tanjakan berikutnya saya beristirahat bersama beberapa pendaki dari Jakarta. Mereka datang berlima dari berbagai profesi. Karena setengah galon  saya rasa masih cukup berat, akhirnya saya memberikan beberapa liter air dari galon tersebut pada teman baru saya itu. Sebagai gantinya mereka memberikan saya 4 sachet NutriSari yang langsung saya tuangkan ke botol saya. 

Pemandangan dari Sembvalun Creater Rim
Sekitar satu setengah jam saya berjalan akhirnya saya merasa khawatir dengan keadaan teman saya yang lain, diakhir tanjakan saya memutuskan untuk beristirahat sembari makan coklat karena rasa lapar sudah menghinggapi perut saya. Menunggu setengah jam, saya melihat Adit yang lagi-lagi datang sendiri. Saat dia datang, nafasnya tersengal-sengal, wajahnya merona merah, dan keringat bercucuran disekujur tubuhnya. Sayapun mempersilahkannya duduk dan memberinya NutriSari. 

Setelah setengah Jam beristirahat, kami melanjutkan perjalanan menuju Pelawangan Sembalun. Akhirnya jam setengah enam sore kami tiba di Pelawangan Sembalun. Rasa haru dan Bahagia bercampur jadi satu, lantaran kami sudah sampai sejauh ini. Kita segera mencari lahan untuk mendirikan tenda. Dan disaat itu pula, dibalik bukit, kita menyaksikan Danau Segara Anak yang menakjubkan. Sungguh indah pemandangan di Pelawangan Sembalun ini. Kami mendirikan tenda dan memangkas rumput untuk tempat teman-teman yang lain. 



 Setelah tenda berdiri, saya bersiap untuk mencari air bersama dengan salah Frans, kelompok sebelah yang juga kehabisan air. Tepat ketika saya mengambil air, saya berpapasan dengan teman yang lain yang tergopoh-gopoh mencapai puncak. Saya tidak sempat menolong mereka karena tugas mencari air juga sangat penting dan hari sudah mulai gelap. Jam tangan saya menunjukkan pukul 7 malam. Akhirnya saya bergegas mengambil air.

Segara Anak
Untuk mengambil air ternyata tidak semudah yang saya dan teman-teman bayangkan. Di kegelapan malam, saya hanya berbekal headlamp yang sudah sekarat dan juga harus melewati jalan setapak yang curam, dimana kanan dan kiri adalah jurang terjal. Setelah 45 menit barulah terlihat segerombolan pendaki dan suara air yang cukup deras. Saya segera mengisi 3 botol ukuran 1,5 liter dan galon ukuran 6 liter. Setelah selesai mengisi kini saya harus dihadapkan satu tantangan lagi, saya harus membawa botol dan galon ini melewati jurang dan berjalan kaki selama 45 menit dengan hanya mengandalkan headlamp butut yang cahayanya tidak mampu menerangi jalan saya. 

 Saya melangkah dengan Frans didepan saya yang membawa 6 botol isi 1.5 liter berjalan dengan hati-hati. Saya menggendong galon dan botol dengan bantuan syal saya. Sungguh perjalanan yang sangat melelahkan, namun pengalaman dan kebersamaan ini, tidak mampu dibayarkan dengan apapun

You Might Also Like

0 komentar